IPA dan Cara Kerja Ilmuwan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) lahir dari olah karya budi manusia, yakni setelah manusia memanfaatkan kemampuan indera dan akal pikirannya. Olah karya budi merupakan aktivitas berpikir, bersikap dan pengembangan keterampilan. Aktivitas berpikir bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Lewat keterampilan menggunakan alat ukur, baik peralatan ukur yang canggih maupun tidak;
manusia
dapat memanfaatkan alat inderanya untuk mengoptimalkan kesadaran berpikir dalam
mengamati, mengalami, menyelidiki gejala benda dan gejala kejadian.
Seterusnya dengan menggunakan kemampuan olah pikir yang dimilikinya yakni
dengan melakukan penggabungan antara hasil pengamatan indera dan
penalarannya akan didapat pengetahuan yang mantap.
Dalam sejarah perkembangan ilmu, IPA berkembang semenjak manusia mengenal alam sekitar lewat berbagai kemampuan indera di atas, dan memperoleh bentuk yang meyakinkan setelah para ahli mengembangkan peralatan untuk melakukan pengamatan secara cermat. Mulai abad 16, para ahli telah dapat menghasilkan peralatan yang dapat digunakan untuk mengamati berbagai gejala alam dan sampai saat ini terus diperbaiki sehingga semakin hari semakin baik dan cermat. Peristiwa alam merupakan peristiwa yang berulang setiap waktu, sehingga dengan memperhatikan keteraturan yang ada, manusia memulai memperhatikan gejala alam, melakukan pencatatan secara sistematis tentang apa yang telah terjadi, mengumpulkan catatan-catatan tentang gejala kebendaan dan gejala kejadian, mengelompokkan berbagai catatan tersebut ke dalam gejala yang sejenis, membedakan dan menghubungkan berbagai catatan peristiwa dan kejadian. Hasilnya antara lain pengetahuan manusia semakin hari menjadi semakin pesat perkembangannya. Meskipun secara mikroskopis catatan kejadian yang dialami setiap hari berbeda, namun bila dikaji secara makroskopis dapat dapat dilihat bentuk keteraturan tersebut. Dari bentuk-bentuk keteraturan ini manusia dapat melakukan kajian yang mendalam tentang peristiwa yang telah terjadi, menghasilkan ide/gagasan dan merumuskan pengetahuan dalam bentuk verbal yakni dengan ungkapan kata maupun visual yakni dengan gambar. Rumusan pengetahuan yang telah dilakukan tersebut lalu dikaitkan dengan peristiwa lain yang sejenis dan akhirnya dapat berguna sebagai sarana untuk memahami peristiwa yang lebih luas dan kompleks. Tahap berikutnya manusia dapat melakukan ramalan terhadap peristiwa alam yang akan terjadi diwaktu mendatang. Dalam melihat keteraturan ini manusia menggunakan kemampuan berpikir, baik berpikir induktif, deduktif dan verifikatif. Berpikir induktif adalah berpikir yang diawali dari gejala-gejala khusus menuju pada usaha untuk memperoleh pengetahuan umum. Langkah berpikir ini dapat juga dijelaskan bermula dari fakta sampai diperoleh teori. Sebaliknya berpikir deduktif lawan dari berpikir induktif yakni merupakan bentuk kemampuan berpikir yang diawali dari gejala umum menuju pada gejala yang lebih spesifik/khusus atau berpikir bermula dari teori menuju ke ramalan. Verifikatif merupakan pola atau bentuk berpikir yang berusaha untuk melakukan pencocokan atas peristiwa yang sudah terjadi dengan peristiwa yang akan terjadi, yakni dari ramalan menuju fakta yang dapat dikumpulkan. Sebagai gambaran misalnya pada kelompok manusia yang peradabannya masih primitif gejala erupsi gunung, gerhana matahari, gerhana bulan mulanya merupakan gejala alam yang manakjubkan dan cenderung dianggap keanehan bahkan mengarah pada kepercayaan takhayul. Apabila terjadi gerhana maka aktivitas keseharian perlu dihentikan untuk melakukan aktivitas ritual tertentu. Namun demikian setelah dilakukan pencatatan tentang kejadian tersebut secara teratur gejala gerhana tersebut merupakan peristiwa yang biasa dan dapat terjadi berulang setiap tahun. Bahkan dengan telah ditemukan alat optis yang berupa teropong gejala tersebut dapat dilakukan prediksi dengan tepat kapan akan terjadi lagi dan daerah mana saja yang akan mengalami peristiwa tersebut. Hal yang sama juga dapat terjadi, misalnya kapan terjadinya peredaran komet Halley para ahli astronomi telah dapat menduga dan melaporkan kejadiannya. Lewat perekaman gambar dan pencatatan kejadian tersebut, lalu dapat dilakukan peramalan terhadap gejala alam.
Gejala
erupsi gunung berapi, gempa bumi seringkali dapat merupakan gejala yang
menakjubkan, namun dengan peralatan, kekuatan yang dihasilkan dari gejala
tersebut dapat diukur dan dijelaskan kepada masyarakat tentang sebab dan akibat
peristiwa tersebut.
Dengan
menggunakan kemampuan-kemampuan berpikir IPA, akan dapat dilakukan ramalan
tentang gejala tersebut. Proses berulang dalam alam semesta ini dapat
dipelajari yang pada akhirnya gejala dapat dijelaskan baik. Pendek kata
dalam belajar IPA harus dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan pemahaman
tentang fakta lagi yang lebih kompleks.
Berpikir Induktif dan Deduktif Berpikir ilmiah
memerlukan cara kerja dan alur berpikir yang khusus untuk mengembangkan
proses dan kemampuan penalaran. Ada dua cara pengembangan berpikir dalam IPA
yang seringkali juga disebut logika, yakni berpikir induktif dan
deduktif. Berpikir Induktif, merupakan berpikir dari hal yang khusus ke hal
yang umum. Pengamatan menempati kedudukan yang penting dalam pengumpulan fakta.
Penalaran lewat fakta empiris memiliki posisi yang menentukan dalam perolehan
pengetahuan tentang IPA, oleh sebab itu fakta-fakta tersebut perlu didasari
bukti. Di sinilah perlunya pencatatan terhadap gejala alam yang teramati.
Dengan berpikir induktif manusia akan memiliki catatan-catatan yang
teratur dan sistematis tentang gerhana bulan, gerhana matahari, gempa bumi,
banjir dan sebagainya. Dari keteraturan gejala, dan tidak-ragu-ragu lagi tentang
catatan fakta tersebut maka dihasilkan suatu teori tentang kejadian alam
tersebut. Jadi berpikir induktif adalah proses berpikir yang bertolak dari
fakta-fakta berulang dan dihasilkan generalisasi, yang berupa teori yang
mantap. Persoalan baru dapat dipecahkan lewat teori yang telah dirumuskan
secara umum tersebut. Penerapan teori yang berlaku umum pada situasi baru
inilah yang disebut berpikir deduktif. Dengan kata lain berpikir deduktif
adalah proses menerapkan teori hasil generalisasi pada persoalan baru untuk
mendapatkan kebenaran ilmiah. Oleh sebab itu, hasil generalisasi
dari fakta harus tidak diragukan lagi kebenarannya.
Berpikir Verifikasi Empiris Eksperimentasi merupakan kegiatan yang
bersumber pada data empiris. Eksperimen merupakan kegiatan yang berkaitan
dengan fakta-fakta baru pada IPA. Dalam pelaksanaannya eksperimen IPA
seringkali diperlukan perlakuan khusus dengan menerapkan secara terkendali atau
dikontrol agar supaya gejala yang diamati tidak mengalami perubahan terlalu
besar. Penyimpangan yang besar dapat mengakibatkan hasil peramalan tersebut
sukar dilakukan verifikasi empiris dan disimpulkan. Lewat eksperimen,
ramalan yang didapat sebagai hasil pemikiran mendalam berdasar bukti
empiris dapat dibuktikan kebenarannya. Dengan ungkapan lain lewat ramalan yang
telah dimunculkan tersebut, harus dapat dibuktikan dengan ekesperimen. Dengan
demikian lewat kegiatan eksperimen ini dapat dilakukan verifikasi terhadap
fakta baru sehingga dapat diperoleh gambaran tentang fakta yang lebih luas.
Ramalan dilakukan lewat aktivitas berpikir deduksi merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kemampuan berpikir manusia secara benar dan meyakinkan.
Ada kalanya dalam meneliti gejala IPA pengendalian variabel dalam eksperimen
seringkali sulit dilakukan atau bahkan tidak dapat dilakukan pengendalian
terhadap variabel sama sekali. Misalnya pada penelitian astronomi, geologi
serta beberapa penelitian dalam fisika dan kimia lainnya. Kesukaran
pengendalian ini bisa disebabkan munculnya gejala yang dapat teramati dalam
periode waktu yang lama sekali atau dalam jarak yang sangat jauh, atau dengan
ukuran yang sangat kecil untuk diukur menggunakan alat ukur. Kemunculan
komet halley yang berlangsung setiap tujuh puluh lima tahun sekali, gejala
gerhana matahari total, gerhana bulan, dan gejala banjir besar pada kawasan
sungai yang besar juga dapat berlangsung dalam periode waktu yang lama.
Ruang lingkup kajian IPA dibedakan menjadi gejala alam biotik dan
abiotik. Gejala alam biotik merupakan gejala alam yang berkaitan dengan
sifat biologis, misalnya bernafas, tumbuh dan berkembang, transport
aktif, berkembang biak dan sebagainya. Gejala alam biotik ini mencakup gejala
kejadian dan gejala kebendaan pada makhluk hidup, baik tumbuhan, hewan maupun
pada manusia. Gejala alam abiotik meliputi gejala perubahan yang
berkaitan dengan sifat fisika dan kimia suatu benda maupun peristiwanya.
Dalam kajian gejala abiotik, penting untuk dipahami peranan ilmu kimia dan
fisika. Tergolong pada peristiwa fisika antara lain memuai, perubahan wujud
zat, gejala kalor/panas, kelistrikan dan kemagnetan, perubahan posisi, energi,
impuls, momentum dan sebagainya. Gejala kimia merupakan gejala yang terjadi
akibat reaksi kimia. Dalam hal ini dapat terjadi perubahan yang sifatnya lain dengan
sifat awalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar