Rabu, 13 April 2016

IPA dan Cara Kerja Ilmuwan

  IPA  dan Cara Kerja Ilmuwan  

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) lahir dari olah karya  budi manusia, yakni setelah manusia memanfaatkan kemampuan indera dan akal pikirannya. Olah karya budi merupakan aktivitas berpikir, bersikap dan pengembangan keterampilan. Aktivitas berpikir bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Lewat keterampilan menggunakan alat ukur, baik peralatan ukur yang canggih maupun tidak;


manusia dapat memanfaatkan alat inderanya untuk mengoptimalkan kesadaran berpikir dalam mengamati, mengalami, menyelidiki  gejala benda dan gejala kejadian. Seterusnya dengan menggunakan  kemampuan olah pikir yang dimilikinya yakni  dengan melakukan penggabungan antara hasil pengamatan indera dan penalarannya akan didapat pengetahuan yang mantap.


Dalam sejarah perkembangan ilmu, IPA berkembang semenjak manusia mengenal alam sekitar lewat berbagai kemampuan indera di atas, dan memperoleh bentuk yang meyakinkan setelah para ahli mengembangkan peralatan untuk melakukan pengamatan secara cermat. Mulai abad 16, para ahli telah dapat  menghasilkan peralatan yang dapat digunakan untuk mengamati berbagai gejala alam dan sampai saat ini terus diperbaiki sehingga semakin hari semakin  baik dan cermat.  Peristiwa alam merupakan peristiwa yang berulang setiap waktu, sehingga dengan memperhatikan keteraturan yang ada, manusia memulai memperhatikan gejala alam, melakukan pencatatan secara sistematis tentang apa yang telah terjadi, mengumpulkan catatan-catatan tentang gejala kebendaan dan gejala kejadian, mengelompokkan berbagai catatan tersebut ke dalam gejala yang sejenis, membedakan dan menghubungkan berbagai catatan peristiwa dan kejadian. Hasilnya antara lain pengetahuan manusia semakin hari menjadi semakin pesat perkembangannya.    Meskipun secara mikroskopis catatan kejadian  yang dialami setiap hari berbeda, namun bila dikaji secara makroskopis dapat dapat dilihat bentuk keteraturan tersebut. Dari bentuk-bentuk keteraturan ini manusia dapat melakukan kajian yang mendalam tentang peristiwa yang telah terjadi, menghasilkan ide/gagasan dan  merumuskan pengetahuan dalam bentuk verbal yakni dengan ungkapan kata maupun visual yakni dengan gambar.  Rumusan pengetahuan yang telah dilakukan tersebut lalu dikaitkan dengan peristiwa lain yang sejenis dan akhirnya dapat berguna  sebagai sarana untuk memahami peristiwa yang lebih luas dan kompleks.  Tahap berikutnya manusia dapat melakukan ramalan terhadap peristiwa alam yang akan terjadi diwaktu mendatang.   Dalam melihat keteraturan ini manusia menggunakan kemampuan berpikir, baik berpikir induktif, deduktif dan  verifikatif.   Berpikir induktif adalah berpikir yang diawali dari gejala-gejala khusus menuju pada usaha untuk memperoleh pengetahuan umum. Langkah berpikir ini dapat juga dijelaskan bermula dari fakta sampai diperoleh teori. Sebaliknya berpikir deduktif lawan dari berpikir induktif yakni merupakan bentuk kemampuan berpikir yang diawali dari gejala umum menuju pada gejala yang lebih spesifik/khusus atau berpikir bermula dari teori menuju ke ramalan. Verifikatif merupakan  pola atau bentuk berpikir yang berusaha untuk melakukan pencocokan atas peristiwa yang sudah terjadi dengan peristiwa yang akan terjadi, yakni dari ramalan menuju fakta yang dapat dikumpulkan.   Sebagai gambaran misalnya pada kelompok manusia yang peradabannya masih primitif gejala erupsi gunung, gerhana matahari, gerhana bulan mulanya merupakan gejala alam yang manakjubkan dan cenderung dianggap keanehan bahkan mengarah pada kepercayaan takhayul. Apabila terjadi gerhana maka aktivitas keseharian perlu dihentikan untuk melakukan aktivitas ritual tertentu. Namun demikian setelah dilakukan pencatatan tentang kejadian tersebut secara teratur gejala gerhana tersebut merupakan peristiwa yang biasa dan dapat terjadi berulang setiap tahun. Bahkan dengan telah ditemukan alat optis yang berupa teropong gejala tersebut dapat dilakukan prediksi dengan tepat kapan akan terjadi lagi dan daerah mana saja yang akan mengalami peristiwa tersebut. Hal yang sama juga dapat terjadi, misalnya kapan terjadinya peredaran komet Halley para ahli astronomi telah dapat menduga dan melaporkan kejadiannya. Lewat perekaman gambar dan pencatatan kejadian tersebut, lalu dapat dilakukan peramalan terhadap gejala alam.
Gejala erupsi gunung berapi, gempa bumi seringkali dapat merupakan gejala yang menakjubkan, namun dengan peralatan, kekuatan yang dihasilkan dari gejala tersebut dapat diukur dan dijelaskan kepada masyarakat tentang sebab dan akibat peristiwa tersebut.    
Dengan menggunakan kemampuan-kemampuan berpikir IPA, akan dapat dilakukan ramalan tentang  gejala tersebut. Proses berulang dalam alam semesta ini dapat dipelajari yang pada akhirnya gejala dapat dijelaskan baik.  Pendek kata dalam belajar IPA harus dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan pemahaman tentang fakta lagi yang lebih kompleks.
      Berpikir Induktif dan Deduktif   Berpikir ilmiah  memerlukan cara kerja dan alur berpikir yang khusus untuk mengembangkan proses dan kemampuan penalaran. Ada dua cara pengembangan berpikir dalam IPA yang seringkali juga disebut logika,  yakni berpikir induktif dan deduktif. Berpikir Induktif, merupakan berpikir dari hal yang khusus ke hal yang umum. Pengamatan menempati kedudukan yang penting dalam pengumpulan fakta. Penalaran lewat fakta empiris memiliki posisi yang menentukan dalam perolehan pengetahuan tentang IPA, oleh sebab itu fakta-fakta tersebut perlu didasari bukti.  Di sinilah perlunya pencatatan terhadap gejala alam yang teramati.  Dengan berpikir induktif manusia akan memiliki catatan-catatan yang teratur dan sistematis tentang gerhana bulan, gerhana matahari, gempa bumi, banjir dan sebagainya. Dari keteraturan gejala, dan tidak-ragu-ragu lagi tentang catatan fakta tersebut maka dihasilkan suatu teori tentang kejadian alam tersebut. Jadi berpikir induktif adalah proses berpikir yang bertolak dari fakta-fakta berulang dan dihasilkan generalisasi, yang berupa teori yang mantap. Persoalan baru dapat dipecahkan lewat teori yang telah dirumuskan secara umum tersebut.  Penerapan teori yang berlaku umum pada situasi baru inilah yang disebut berpikir deduktif. Dengan kata lain berpikir deduktif adalah proses menerapkan teori hasil generalisasi pada persoalan baru untuk mendapatkan kebenaran ilmiah.  Oleh sebab itu,  hasil generalisasi dari fakta harus tidak diragukan lagi kebenarannya.
  Berpikir Verifikasi  Empiris  Eksperimentasi merupakan kegiatan yang bersumber pada data empiris. Eksperimen merupakan kegiatan yang berkaitan dengan fakta-fakta baru pada IPA. Dalam pelaksanaannya eksperimen IPA seringkali diperlukan perlakuan khusus dengan menerapkan secara terkendali atau dikontrol agar supaya gejala yang diamati tidak mengalami perubahan terlalu besar. Penyimpangan yang besar dapat mengakibatkan hasil peramalan tersebut sukar dilakukan verifikasi empiris dan disimpulkan.  Lewat eksperimen,  ramalan yang didapat sebagai hasil pemikiran mendalam berdasar bukti empiris dapat dibuktikan kebenarannya. Dengan ungkapan lain lewat ramalan yang telah dimunculkan tersebut, harus dapat dibuktikan dengan ekesperimen. Dengan demikian lewat kegiatan eksperimen ini dapat dilakukan verifikasi terhadap fakta baru sehingga dapat diperoleh gambaran tentang fakta yang lebih luas. Ramalan dilakukan lewat aktivitas berpikir deduksi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kemampuan berpikir manusia secara benar dan meyakinkan.   Ada kalanya dalam meneliti gejala IPA pengendalian variabel dalam eksperimen  seringkali sulit dilakukan atau bahkan tidak dapat dilakukan pengendalian terhadap variabel sama sekali. Misalnya pada penelitian astronomi, geologi serta beberapa penelitian dalam fisika dan kimia lainnya. Kesukaran pengendalian ini bisa disebabkan munculnya gejala yang dapat teramati dalam periode waktu yang lama sekali atau dalam jarak yang sangat jauh, atau dengan ukuran yang sangat kecil untuk diukur menggunakan  alat ukur. Kemunculan komet halley yang berlangsung setiap tujuh puluh lima tahun sekali, gejala gerhana matahari total, gerhana bulan, dan gejala banjir besar pada kawasan sungai yang besar juga dapat berlangsung dalam periode  waktu yang lama.   Ruang lingkup kajian IPA  dibedakan menjadi gejala alam biotik dan abiotik.  Gejala alam biotik merupakan gejala alam yang berkaitan dengan sifat biologis, misalnya bernafas, tumbuh dan berkembang,  transport aktif, berkembang biak dan sebagainya. Gejala alam biotik ini mencakup gejala kejadian dan gejala kebendaan pada makhluk hidup, baik tumbuhan, hewan maupun pada manusia.  Gejala alam abiotik meliputi gejala perubahan yang berkaitan dengan sifat fisika dan kimia suatu benda maupun peristiwanya.   Dalam kajian gejala abiotik, penting untuk dipahami peranan ilmu kimia dan fisika. Tergolong pada peristiwa fisika antara lain memuai, perubahan wujud zat, gejala kalor/panas, kelistrikan dan kemagnetan, perubahan posisi, energi, impuls, momentum dan sebagainya. Gejala kimia merupakan gejala yang terjadi akibat reaksi kimia. Dalam hal ini dapat terjadi perubahan yang sifatnya lain dengan sifat awalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar