TEH KAYU ARO
.
Pada tahun 1959, melalui PP No. 19 Tahun 1959 tentang “Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan milik Belanda yang dikenakan Nasionalisasi”, diambil alih Pemerintah Republik Indonesia. Sejak itu berturut-turut Kebun Kayu Aro mengalami perubahan Status/Organisasi dan manajemen sesuai dengan keadaan yang berlaku, yaitu:
Tahun 1959 s.d 1962 Unit Produksi dari PN Aneka Tanaman VI.
Tahun 1963 s.d 1973 bagian dari PNP Wilayah I Sumatera Utara.
Mulai tanggal 01 Agustus 1974 menjadi salah satu Kebun dari PT. Perkebunan VIII yang berkedudukan di Jln. Kartini No. 23 Medan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11/1996 Tanggal 14 Pebruari 1996 dan Surat Keputusan Mentri keuangan RI No. 165/KMK.016/1996 tanggal 11 Maret 1996, PTP VIII Termasuk Kayu Aro dan PTP Lainnya yang ada di Sumbar/Jambi dikonsilidasi menjadi menjadi PTP Nusantara VI (Persero). Maka terhitung tanggal 11 Maret 1996, Kebun Kayu Aro telah menjadi salah satu Unit Kebun dari PTP Nusantara VI (Persero) yang berkantor pusat di Jalan Zainir Havis No. 1 Kota Baru Jambi.
Siapa
yang menyangka kalau Teh Kayu Aro di Jambi, adalah teh kualitas no. 1 di dunia?
Teh Ty Poo, perusahaan Inggris produsen teh premium dunia, yang terkenal di
Inggris didirikan Sir John Jr., memakai bahan baku Teh Kayu Aro, dimana memosok
produk teh ke keluarga bangsawan di Eropa. Bukan hanya itu Ratu Belanda sejak
Ratu Wihelmina, Ratu Juliana hingga Ratu Beatrix adalah penikmat teh kayu aro
ini. Namun sayangnya bangsa Indonesia tidak mampu atau tidak bisa merasakan
nikmatnya aroma teh yang diambil dari pucuk teh pilihan, menghasilkan teh
berwarna orange bening dengan rasa kental di lidah dan bertahan lama yang
dihasilkan oleh dataran tinggi Kayu Aro, Kerinci - Jambi, Sumatera- Indonesia.
Perusahan Teh Kayu Aro dibuka oleh perusahaan Belanda dengan nama Namblodse
Venotschaaf Handle Vereniging Amsterdan (NV HVA) tahun 1925, merupakan
perkebunan teh terluas di dunia setelah perkebunan teh Darjeling di kaki gunung
Himalaya, dengan luas 3.020 hektar, yang rata-rata menghasilkan 80 ton daun
basah per harinya. Dan uniknya lagi pengolahan Teh Kayu Aro ini, tidak berubah
sejak jaman Belanda, yaitu pengolahan secara tradisional tanpa bahan pengawet
dan bahan pewarna. Saat ini pengawasan perusahaan teh ini dibawah PT Perkebunan
Nusantara VI (PTPN VI), mulai dari perawatan dan pemeliharaan tanaman,
pemetikan pucuk teh, pengolahan di pabrik, pengemasan hingga pengiriman.
Kualitas Grade 1 teh ini tidak dipasarkan di Indonesia, hanya untuk perdagangan
luar negeri terutama Eropa dan Amerika. Bayangkan saja harga jual pabrik $
2,89/kg, bandingkan dengan harga satu merek yang dikemas di Inggris, dengan
memakai bahan baku Teh Kayo Aro ini oleh Ty Poo diharga 1,8 Pounsteling untuk
1/4 kg, sedangkan harga di Indonesia untuk kemasan 1 box hanya berkisar Rp
3.500 saja. Kualitas grade 2 & 3 juga dipasarkan tapi tentu rasanya
berbeda, bila grage 1 tanpa ampas dan serbuk, maka grage 2 & 3 dicampur
daun dan batang dan tentu saja warnanya tidak orange lagi. Kualitas Grade 3
dipasarkan di Indonesia ke para produsen teh, sebagai bahan campuran dari bahan
baku teh yang ada di Indonesia. Dan teh ini juga dipasarkan dalam bentuk
kemasan oleh PTPN VI. Budaya minum teh ditemukan oleh Kaisar Cina Shen Nung
secara tidak sengaja tahun 2737 SM, yang ternyata sudah populer di daratan Cina
pada 800 SM, yang dari Cina dibawa ke Jepang oleh pendeta Budha, sehingga teh
diasosiakan dengan ajaran Zen, dengan rangkaian prosesi rumit dan indah, namun
nilai Zen menghilang saat menjadi kompetisi dan proses penyajian dikuasai oleh
Geisha. Lalu Pangeran Ikkyu (1394-1481) mengembalikan kemurnian uparaca minum
teh di Jepang. Hingga saat ini warga Tionghoa di Indonesia masih melakukan
upacara minum teh sebelum Upacara Pernikahan, sebagai tanda bakti kepada orang
tua. Di Eropa sendiri mulai berkenalan dengan teh pada masa ekspansi Bangsa
Portugis, yang disebut "cha", awalnya melalui istri Raja Charles II,
Catherine of Braganza, memperkenalkan kebiasaan minum teh ke Inggris Raya tahun
1660, dengan ritual minum teh sore hari dengan waktu yang ketat, perkakas, tata
krama dan teman sepergaulan minum teh. Di Indonesia sendiri, tidak ada upacara
atau acara khusus minum teh dikalangan rakyat biasa, namun waktu jaman kolonial
Belanda, "tea time" ini hanya untuk kalangan bangsawan, adalah
sebagai ajang silahturahmi. Dan sekarang umumnya teh diminum pagi hari sebagai
teman sarapan atau menjelang sore hari. Lalu bagaimana bila kita ingin
merasakan nikmatnya Teh Kayu Aro Grade 1? Terpaksalah kita harus membelinya di
Inggris atau di Brunai dengan harga tentu sangat mahal. Ironis sekali
ya...bangsa penghasil teh terbaik di dunia tapi tidak mampu menikmati produk
tanaman super dari bumi alam Indonesia sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar